Bulan purnama menggantung rendah, memantulkan cahayanya yang pucat di permukaan Danau Xihu. Angin malam berbisik lirih, membawa aroma bunga osmanthus yang manis, tapi hati Mei Lan terasa hambar. Sepuluh tahun. Sepuluh tahun sejak hari itu. Hari di mana Janjinya terucap, di bawah pohon willow yang sama, di mana tangan Lian Chen menggenggam erat tangannya, menjanjikan selamanya.
"Mei Lan, suatu hari nanti, aku akan kembali. Aku akan membangun rumah untukmu di tepi danau ini. Sebuah rumah di mana cinta kita menemukan rumahnya yang abadi."
Kata-kata itu kini hanya serpihan kaca yang menusuk hatinya. Lian Chen tidak kembali. Lian Chen memilih kejayaan, memilih kekayaan, memilih Nyonya Besar keluarga Zhao. Mei Lan, gadis desa sederhana dengan hati seluas danau, ditinggalkan dengan mimpi yang hancur dan cinta yang tak terbalas.
Malam ini, di usianya yang kepala tiga, Mei Lan berdiri di tempat yang sama. Tapi bukan lagi gadis lugu yang menanti. Di hadapannya, berdiri megah sebuah rumah. Bukan rumah sederhana yang pernah dibayangkannya. Rumah itu LUAS, mewah, dan dihiasi lentera merah menyala. Rumah itu adalah rumah Nyonya Zhao, istri Lian Chen.
Sebuah kereta kuda berhenti di depan gerbang. Lian Chen keluar, tampak lebih tua, lebih lelah, tapi masih menyimpan sisa-sisa ketampanan yang dulu membuatnya tergila-gila. Di belakangnya, keluar seorang wanita gemuk, berhiaskan permata berlebihan, Nyonya Zhao.
Lian Chen menatap danau. Matanya bertemu dengan mata Mei Lan. Ada keraguan, ada penyesalan, ada… kekosongan.
"Mei Lan?" Suaranya lirih, hampir tak terdengar.
Mei Lan tidak menjawab. Dia hanya menatapnya, tatapan yang dipenuhi kesedihan yang mendalam, tapi juga ketenangan yang dingin. Dia mengangkat tangannya, memperlihatkan sebuah botol kecil berisi cairan bening.
"Ini…" Mei Lan akhirnya bersuara, suaranya tenang namun menusuk, "adalah obat. Obat untuk menghilangkan dahaga akan kekayaan dan kekuasaan. Obat untuk membersihkan hati dari keserakahan."
Dia mendekat ke arah Lian Chen, melewati Nyonya Zhao yang menatapnya dengan jijik. Mei Lan berhenti tepat di hadapan Lian Chen, matanya menatap dalam.
"Kau ingat janjimu, Lian Chen?"
Lian Chen menelan ludah. "Mei Lan, aku…"
Mei Lan tertawa kecil, tawa tanpa kebahagiaan. "Jangan khawatir. Aku tidak menuntut apa pun darimu. Aku hanya ingin kau merasakan… sedikit KEADILAN."
Dengan gerakan cepat, Mei Lan membuka botol itu dan menuangkannya ke dalam cangkir teh yang dipegang oleh seorang pelayan. Lalu, dengan senyum manis yang menakutkan, dia menyerahkan cangkir itu kepada Nyonya Zhao.
"Selamat menikmati, Nyonya Zhao. Anggap saja ini… hadiah selamat datang."
Nyonya Zhao, tanpa curiga, meneguk teh itu.
Mei Lan menatap Lian Chen, lalu menatap Nyonya Zhao yang mulai terbatuk-batuk. Racun yang pelan dan tak terdeteksi. Racun yang akan merenggut kekayaan dan kekuasaannya. Racun yang akan meninggalkannya seperti Mei Lan sepuluh tahun lalu: hampa dan sendirian.
Dia berbalik dan berjalan menjauh, meninggalkan Lian Chen yang terpaku di tempatnya. Angin malam kembali berbisik, membawa aroma osmanthus dan gema tawa hantu Mei Lan.
Cinta yang terluka dan dendam yang tersembunyi, apakah keduanya dapat berdansa dalam harmoni yang mematikan?
You Might Also Like: Jual Skincare Yang Cocok Untuk Semua
Post a Comment