Kisah Seru: Cinta Yang Menggigil Di Tengah Bara

Cinta yang Menggigil di Tengah Bara

Malam itu, salju turun seperti ribuan pisau kecil, menusuk tulang. Angin mengaum di antara pepohonan bambu, melolongkan kesedihan yang tak terperi. Di lembah terpencil itu, berdiri sebuah paviliun tua, cahaya redup dari lentera kertas berusaha melawan kegelapan yang mencengkeram. Aroma dupa cendana menguar, bercampur dengan bau anyir darah yang MEMBEKU di salju.

Di dalam, Xiao Yun, dengan jubah merah darah yang koyak, menatap dingin ke arah Li Wei. Mata rubinya yang biasanya berbinar, kini hanya memancarkan kebencian yang membara. Rambutnya yang hitam legam tergerai liar, bagai jaring yang siap menjerat.

"Li Wei," desisnya, suara seraknya bagai gesekan batu. "Kau tahu kenapa aku membawamu ke sini."

Li Wei, dengan wajah pucat pasi, berlutut di atas lantai batu yang dingin. Manik-manik keringat membasahi pelipisnya. "Yun'er… aku bisa jelaskan."

Penjelasan? Kata itu terasa hambar di bibir Xiao Yun. Lima belas tahun. Lima belas tahun ia hidup dalam kepalsuan, mencintai pria di hadapannya, yang ternyata adalah dalang di balik kematian seluruh keluarganya. Rahasia itu, bagai belati dingin, telah mengoyak hatinya hingga berkeping-keping.

"Penjelasan?" Xiao Yun tertawa pahit, air mata membeku di pipinya. "Ayahku, ibuku, adikku… mereka semua mati karena KAU!"

Kilatan pedang perak memecah keheningan. Li Wei memejamkan mata, pasrah pada takdir. Ia mencintai Xiao Yun, dengan segenap jiwa dan raganya, tapi cintanya itu ternoda oleh dosa masa lalu yang tak terampuni.

"Aku tahu… aku pantas mati," bisiknya lirih.

Xiao Yun mengayunkan pedangnya, bukan untuk membunuh, melainkan untuk memotong tali liontin giok yang selalu dikenakan Li Wei. Liontin itu, identik dengan miliknya, adalah simbol cinta mereka. Kini, hanya tinggal simbol pengkhianatan.

"Cinta ini… kubakar menjadi abu," ucap Xiao Yun, melemparkan liontin itu ke dalam perapian.

Api melalap giok itu dengan ganas, menari-nari bagai iblis yang menertawakan kepedihan mereka. Asap hitam mengepul, menyelimuti ruangan dengan aroma pahit yang menyesakkan. Di atas abu itulah, Xiao Yun bersumpah akan membalas dendam. Bukan dengan darah dan kekerasan, melainkan dengan cara yang lebih menyakitkan.

Beberapa hari kemudian, berita menyebar seperti api di padang rumput. Li Wei, pewaris tunggal klan Li yang kaya raya, dinyatakan gila. Ia dikurung di menara tertinggi, meratap dan menyebut nama Xiao Yun siang dan malam. Ia hidup dalam siksaan batin yang tak berujung, terperangkap dalam labirin penyesalan yang tak bertepi.

Xiao Yun berdiri di puncak bukit, memandang menara tempat Li Wei dikurung. Wajahnya tanpa ekspresi, matanya sedingin es. Angin meniup rambutnya yang hitam, membisikkan kata-kata kemenangan.

Balas dendamnya telah selesai. Ia telah mengambil semua yang berharga dari Li Wei: cinta, harga diri, dan akal sehatnya.

Ia berbalik, melangkah menjauh dari menara itu, meninggalkan Li Wei dalam kesunyian abadi.

Udara terasa dingin dan menusuk, dan ketika melangkah pergi dari sana, dia mendengar suara yang sangat lirih seolah berbisik di telinganya: "...giliranmu selanjutnya."

You Might Also Like: Agen Skincare Peluang Usaha Ibu Rumah

Post a Comment